Pages

Friday, 10 June 2016

PENYAKIT TUBERCULOSIS (TBC) arif9bhe08

PENYAKIT TUBERCULOSIS (TBC)

     Penyakit Tuberkulosis (TBC)

Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyakit TBC dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Di Indonesia khususnya, Penyakit ini terus berkembang setiap tahunnya dan saat ini mencapai angka 250 juta kasus baru diantaranya 140.000 menyebabkan kematian. Bahkan Indonesia menduduki negara terbesar ketiga didunia dalam masalah penyakit TBC ini.
  • Penyebab Penyakit (TBC)
    Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa, Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, Untuk mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).
  • Cara Penularan Penyakit TBC
    Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC saat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah), Bahkan bakteri ini pula dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru.Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan infeksi pada paru-paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TBC ini melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rontgen.Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memilki sistem kekebelan tubuh rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga paru, Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba tuberkulosa disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TBC.Berkembangnya penyakit TBC di Indonesia ini tidak lain berkaitan dengan memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Hal ini juga tentunya mendapat pengaruh besar dari daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
  • Gejala Penyakit TBC
    Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru.1. Gejala umum (Sistemik)
    Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
    Penurunan nafsu makan dan berat badan.
    Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
    Perasaan tidak enak (malaise), lemah.2. Gejala khusus (Khas)
    Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak.
    Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
    Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
    Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, Maka TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Sekitar 30-50% anak-anak yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
  • Penegakan Diagnosis pada TBC
    Apabila seseorang dicurigai menderita atau tertular penyakit TBC, Maka ada beberapa hal pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk memeberikan diagnosa yang tepat antara lain :- Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
    Pemeriksaan fisik secara langsung.
    Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
    Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
    Rontgen dada (thorax photo).
    dan Uji tuberkulin.
  • Pengobatan Penyakit TBC
    Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani proses yang cukup lama, yaitu berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih. Penyakit TBC dapat disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik.Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan X-ray atau rontgen setiap 3 bulannya. Adapun obat-obtan yang umumnya diberikan adalah Isoniazid dan rifampin sebagai pengobatan dasar bagi penderita TBC, namun karena adanya kemungkinan resistensi dengan kedua obat tersebut maka dokter akan memutuskan memberikan tambahan obat seperti pyrazinamide dan streptomycin sulfate atau ethambutol HCL sebagai satu kesatuan yang dikenal Triple Drug.

http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-tuberkulosis-tbc.html

Thank you for reading article PENYAKIT TUBERCULOSIS (TBC) arif9bhe08

obat paru paru tradisional obat herbal paru paru

obat flek paru paru tradisional obat herbal paru paru tradisional ace maxs ampuh mengobati penyakit paru paru sampai tuntas No.Hp : 082120826605


obat flek paru paru ace maxs

obat flek paru paru tradisional Kini telah hadir sebuah minuman kesehatan yang bernama obat flek paru paru tradisional ace maxs yang terbuat dari kulit manggis dan daun sirsak. obat flek paru paru tradisional ace maxs merupakan minuman kesehatan masa kini yang telah di percaya dapat mengobati berbagai jenis penyakit paru paru terutama flek paru paru dengan aman tanpa menimbulkan efek samping.

aobat flek paru paru tradisional ace maxs ini merupakan produk unggulan PT. H2O yang terbuat dari bahan herbal pilihan yang dipercaya dapat menjaga dan mengobati sebuah penyakit trutama flek paru paru, bahan herbal tersebut yaitu ekstrak kulit manggis dan ekstrak daun sirsak. ace maxs yang berkhasiat sebagai obat flek paru paru tradisional memiliki kandungan Zat Antioksidan bernama Xanthone yang berkhasiat untuk menangkal radikal bebas dan menangkal racun yang masuk ke dalam tubuh dengan cepat dan aman. Kandungan antioksidan tersebut terdapat pada kulit buah manggis yang mana kulit buah manggis ini merupakan bahan dasar dari pembuatan Ace Maxs ini.

imagesDan selain memiliki kandungan antioksidan kulit buah manggis yang terkandung dalam obat flek paru paru tradisional ace maxs juga kaya akan kandungan vitamin B1, B2, dan C serta mengandung kalsium, pottasium, sodium, dan zat besi. Kandungan antiosidan dalam obat paru paru tradisional ace maxs berkhasiat untuk memperbaiki sel sel dalam tubuh yang mengalami kerusakan salah satu contohnya yaitu paru paru yang mana pada kasus penyakit flek paru paru terdapat suatu kerusakan yang terjadi pada paru paru si penderita flek paru paru. Adanya suatu kerusakan tersebut di akibatkan oleh pertumbuhan bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Namun, kerusakan tersebut kini bisa diatasi dengan kandungan antioksidan yang di miliki oleh obat plek paru paru tradisional ace maxs yang mana kandungan antioksidan dalam Ace Maxs sebagai obat flek paru paru tradisional tersebut memiliki kemampuan untuk memperbaiki sel sel yang telah rusak sehingga pulih kembali dan mampu melindungi sel sel sehat dalam tubuh dengan aman.

Selain mampu memperbaik dan melindungi sel sel dalam tubuh, kandungan antioksidan dalam obat flek paru paru tradisional ace maxs juga memiliki efek sebagai zat antibakteri alami dan salah satu bakteri yang dapat di hambat pertumbuhannya yaitu bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang mana bakteri ini merupakan bakteri penyebab utama terjadinya penyakit flek paru paru yang menyebabkan paru paru mengalami kerusakan. Namun dengan zat antibakteri dalam xanthone bakteri tersebut akan di musnahkan dan di lumpuhkan sehingga tidak akan merusak sel dalam tubuh manusia terutama pada paru paru sehingga menjauhkan dan menyembuhkan seseorang dari penyakit flek paru paru secara tuntas dan aman tanpa efek samping.

zBegitu juga dengan khasiat daun sirsak juga memiliki peran penting dalam mengobati penyakit flek paru paru. Daun sirsak yang terkandung dalam ace maxs sebagai obat flek paru paru tradisional memiliki zat sebagai antiviral, antiparasitic, dan analgetic yang berfungsi untuk menghentikan atau membunuh bakteri. Menurut penelitian yang di lakukan di Universitas Purdue, Amerika Serikat ekstrak daun sirsak memiliki peran dalam menghambat infeksi virus HIV, NADH dehidrogenase merupakan enzim yang berada dalam protein yang terikat oleh membrane dari sistem transport electron mitokondria daun sirsak, dan juga memiliki kandungan senyawa acetogenins dan beberapa alkaloid murisolin, cauxine, couclamine, stepharine, dan reticulin di dalam daun sirsak yang mampu bertindak sebagai antibakter. Kandungan fitokimia annonaceous acetogenins pada ekstrak daun sirsak merupakan agen aktif antibakteri.

Berikut testimoni kesembuhan seorang penderita paru paru dengan mengkonsumsi obat flek paru paru tradisional ace maxs

  • Nama       : Gunadi Sasongko
  • Umur       : 48 tahun
  • Asal          : Depok, Jawa Barat
  • Penyakit  : Paru Paru

Penyakit ini benar-benar mematikan mata pencarian saya sebagai seorang pemain organ tunggal, karena sudah otomatis saya tidak punya penghasilan. Saya jalani pengobatan rutin 6 bulan ke dokter dengan menggunakan kartu jamkesmas tapi hasilnya tidak banyak kemajuan. Saya hanya pasrah dan lebih banyak tidur serta berada di rumah sepanjang hari, tidak banyak hal yang bisa saya kerjakan. Tiba-tiba datang tetangga memberikan Ace Maxs buat saya minum. Katanya ini dari kulit buah manggis dicampur dengan daun sirsak, buat Pak Gun gratis, karena ada bantuan sosial dari perusahaan. Betapa senangnya hati dan perasaan saya. Siang itu langsung saya minum 35 ml, sore 35 ml dan malam 35 ml. Badan rasanya hangat, segar dan malah saya tidak sering tidur he he he. Setelah habis 6 botol saya coba periksa lagi ke dokter walau kata saya tidak punya uang tapi saya mau tahu kejelasannya hasilnya, dan memang benar, penyakit paru-paru saya semakin terpojok. Tidak mudah berkembang lagi sel-selnya, tetapi saya terus minum Ace Maxs, tambah obat dokter saya kombinasikan untuk lebih cepat proses penyembuhannya. Satu atau dua jam setelah minum obat dokter baru saya minum Ace Maxs. ( obat flek paru paru tradisional ) 

Itulah sebagian kisah nyata dari seorang penderita paru paru yang telah merasakan khasiat dari obat flek paru paru tradisional ace maxs ini. Untuk itu bagi anda yang berminat dengan obat ace maxs ini silahkan hubungi kami di

( 082120826605 / 085221400555 )

Kami juga melayani pemesanan melalui via sms, silahkan ikuti format cara pemesanan di bawah ini :

Cara Pemesanan Obat Flek Paru Paru Tradisional

AXM : Jumlah Pemesanan : Nama : Alamat lengkap : No.Hp
kirim ke

082120826605 / 085221400555

Contoh

AXM : 2 Botol : Tendy Agdaniwan : Jln.Sukaratu. Rt.01/Rw.001. Ds.sukagalih Kec.Sukaratu Kab.Tasikmalaya

kirim ke

( 082120826605 / 085221400555 ) 

Daftar Obat Flek Paru Paru Tradisional Ace Maxs

daftar harga ace maxs*Kami siap melayani pemesanan ke seluruh wilayah Indonesia. Untuk pemesanan 1 sampai 2 botol obat kami kirim dulu, dan pembayaran setelah obat diterima Anda.

Terimakasih Sudah Berkunjung & Semoga Lekas Sembuh

BY Post : obat flek paru paru tradisional

Gejala TBC

Gejala TBC merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada saluran pernafasan atau paru-paru anda yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri TBC ini merupakan jenis bakteri bosil yang kuat sehingga memerlukan waktu lama untun mengobati atau membasmi bakteri ini. Infeksi biasanya 90% paling sering terjadi di bagian atas paru-paru dibanding dengan organ tubuh lainnya. Sebenarnya, sistem kekebalan tubuh manusia dapat menghambat perkembangbiakan bakteri penyebab TBC. Akan tetapi, pada saat kondisi tubuh seseorang melemah, bakteri tersebut dapat berkembang biak dengan cepat.

Gejala TBC yang paling sering muncul antara lain : Kelelahan atau badan merasa lemah dan lesu, nafsu makan menurun dan kehilangan berat badan, demam atau meriang yang dialami lebih dari satu bulan, dan berkeringat pada malam hari tanpa sebab yang jelas, serta jika infeksi lebih buruk, perhatikan nyeri yang anda rasakan pada dada yang bisa menyebabkan sesak nafas yang dapat mengakibatkan munculnya rasa sakit kepala atau pusing disertai dengan batuk yang mengeluarkan dahak atau batuk darah dan napas pendek.

Penderita gejala TBC

Penderita gejala TBC dapat diobati dengan pemberian antibiotik oleh dokter yang merupakan dasar pengobatan tuberkolosis. Pengobatan TBC memerlukan waktu yang lebih lama dibanding dengan mengobati infeksi bekteri atau virus jenis lainnya. Pengobatan TBC dilakukan secara teratur selama 6-12 bulan dapat mencegah TBC kambuh kembali. Menyelesaikan waktu pengobatan sangatlah penting bagi si penderita. Apabila penderita menghentikan pengobatan atau mengurangi dosis yang sudah ditetapkan oleh dokter, kemungkinan bakteri masih TBC tang masih hidup atau semalamat dari serangan obat sebelumnya akan mengarah ke TB yang lebih berbahaya dan akan lebih susah untuk mengobatinya.

Pencegahan Penyakit TBC

Penyakit TBC merupakan penyakit menular. Faktor meningkatnya risiko terkena gejala TBC yang perlu kita perhatikan antara lain:

Kontak Langsung dengan Penderita TBC.

Pencegahan dilalukan dengan menghindari kontak langsung dengan penderita TBC. TBC dapat menular misalnya melalui dahak penderita TBC yang secara tidak langsung terhirup manusia yang sehat. Kontak langsung dengan penderita TBC secara teratur dapat meningkatkan peluang seseorang dapat terkena penyakit TBC. Apabila kita tinggal pada fasilitas rumah perwatan, atau bekerja di penjara serta panti jompo memiliki risiko tinggi terkena virus TB. Namun kita dapat mengurangi risiko terkena virus TB dengan rajin cuci tangan dan memakai masker.

Tempat Tinggal

Anda dapat terkena virus TB apabila anda tinggal atau menetap di daerah terpencil dan jauh dari akses kesehatan atau perawatan medis yang anda perlukan untuk mendiagnosis dan mengobati gejala TBC.

Perjalanan yang Banyak Virus TBC

Resiko penderita terserang penyakit TB lebih besar apabila anda sering melakukan perjalanan atau tinggal di negara negara yang memiliki tingkat virus TB seperti negara afrika, india, cina, meksiko, bagian uni soviet, srta pulau pulau di asia dan mikronesia.

Sistem imun yang lemah.

Beberapa penyakit dan obat obatan yang dapat melemahkan sistem imun seperti HIV/AIDS, diabetes, kangker, penyakit ginjal stadium akhir, dll.

Pengobatan gejala TBC

Diaknosis pertama yang akan dilakukan dokter kepada anda andalah memeriksa fisik anda terutama di daerah paru-paru atau dada. Penderita dapat meminta pemesiksaan tambahan berupa foto rontgen dada, tes laboratorium untuk darah dan dahak anda dan tes tuberkulin (mantoux/PPD). Dalam menjalani pengobatan virus TBC ini kita memerlukan ketekunan dan kedisiplinan dari penderita itu sendiri untuk meminum obat yang sudah diberikan dokter kepada si penderita supaya dapat sembuh total. Apalagi biasanya setelah 2-3 pekan meminum obat, gejala-gejala TBC akan hilang sehingga pasien menjadi malas meminum obat dan kontrol ke dokter.

Pengobatan jangka panjang untuk gejala TBC yang menggunakan begitu banyak obat tentunya akan menimbulkan beberapa efek samping seperti nyeri pada perut, pengelihatan atau pendengaran yang terganggu, kencing yang berwarna hitam seperti air kopi, demam tinggi, muntah, gatal gatal dan kemerahan dikulit, serta rasa panas pada kaki atau tangan, lemas, bahkan sampai mata atau kulit yang menguning. Apabila anda melakukan pengobatan untuk penyakit lain selama pengobatan TBC sebaiknya obat yang anda konsumsi harus sudah diatur oleh dokter yang merawat anda.

Tanpa anda melakukan pengobatan, Gejala TBC dapat berakibat fatal. Penyakit yang tidak diobati dengan aktif akan mempengaruhi paru paru dan dapat menyebar ke seluruh organ tubuh lainnya melalui aliran darah dalam tubuh anda. Seperti:
Nyeri yang dirasakan pada tlang punggung anda yang diakibatkan dari penyakit TB yang menginfeksi tulang. salah satu tulang yang berbengaruh adalah tulang rusuk anda.
Hati dan ginjal yang dipengaruhi oleh TB akan menyebabkan terhambatnya tugas tugasnya untuk membantu menyaring limbah dan kotoran dari aliran darah.
gejala TB yang menginfeksi otak anda dapat menyebabkan meningitis, pembengkakan selaput yang kadang-kadang fatal menutupi otak dan sumsusm tulang belakang.
cardiac tamponade penyebab radang dan cairan yang bisa mengganggu kemampuan kerja jantung untuk memompa darah secara efektif yang kemungkinan menginfeksi jaringan disekitar jantung.

Jika Anda curiga bahwa anda mengalami gejala  TBC, segera hubungi pusat kesehatan disekitar tempat tinggal anda atau dokter pribadi anda. Anda mungkin dirujuk ke dokter khusus yang mengkhususkan diri dalam penyakit menular atau penyakit paru-paru. Terima kasih telah membaca artikel kami semoga bermanfaat untuk anda yang membutuhkan info tentang Gejala TBC.

Thank you for reading article Gejala TBC

Jurnal TB Paru - scribd

RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DR. SOEDARSO PONTIANAK PERIODE
SEPTEMBER - NOVEMBER 2010
Naskah Publikasi
Program Studi Pendidikan Dokter
Jurusan Dokter Umum

Diajukan Oleh :
Freddy Panjaitan
NIM : I11106050

Kepada
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2012

KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DEWASA
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DR. SOEDARSO PONTIANAK PERIODE
SEPTEMBER - NOVEMBER 2010
CHARACTERISTICS OF ADULT-HOSPITALIZED PATIENTS WITH PULMONARY
TUBERCULOSIS IN DR. SOEDARSO GENERAL HOSPITAL PONTIANAK PERIOD
SEPTEMBER NOVEMBER 2010
Freddy Panjaitan
ABSTRACT
Background: Tuberculosis (TB) become a national issue because this disease is the third
most deadly disease after heart disease and respiratory disease and the most deadly
infectious disease. The aims of this study is to determine the characteristics of adult
pulmonary tuberculosis patients.
Methods: This research was a descriptive study using cross-sectional approach. This
research was conducted in the ward dr. Soedarso General Hospital Pontianak during
September to November 2010. Data collected from 45 patients that met the study criteria.
Data were collected by questionnaire-based interview method.
Result: The incidence of pulmonary TB was 77.8% in the reproductive age group.
Pulmonary TB incidence was 60% in men and 40% in women. Educational background of
the sample was still low with 26.7% of the sample were un-educated, 24.4% elementary,
junior high 28.9%, 17.8% senior high school and only 2.2% college/university.
Socioeconomic level of 84.4% sample was still low with income less than Rp. 705.000,per month. Type of pulmonary tuberculosis patients the most was new cases as much as
62.2%, followed by cases of relapse of 24.4% and 13.4% of cases defaulted. Nutritional
status of most patients was poor, 80.0% subjects had BMI less than 18.5 kg/m2.
Conclusion: Pulmonary TB is still dominated by people in reproductive age with low
socioeconomic levels and poor nutritional status.
Keywords: Pulmonary tuberculosis, Characteristics, Age, Gender, Education grade,
Social economy, Type of patient, Nutritional status.

Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis dapat menyebar dari
satu orang ke orang lain melalui transmisi udara (droplet dahak pasien tuberkulosis).
Pasien yang terinfeksi tuberkulosis akan memproduksi droplet yang mengandung
sejumlah basil kuman TB ketika mereka batuk, bersin, atau berbicara. Orang yang
menghirup basil kuman TB tersebut dapat menjadi terinfeksi tuberkulosis.
dan

perhatian

dunia

semakin

meningkat

saat

munculnya

1

Kekhawatiran

epidemi

Human

Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), sehingga
diperkirakan penderita tuberkulosis akan semakin bertambah. 1
India, Cina, dan Indonesia berkontribusi terhadap lebih dari lima puluh persen
kasus tuberkulosis di seluruh dunia. Laporan TB dunia oleh World Health Organization
(WHO) pada tahun 2009, masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB
terbesar nomor tiga di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar lima
ratus tiga puluh sembilan ribu dan jumlah kematian sekitar seratus satu ribu pertahun.
Terdapat dua ratus empat puluh empat penderita kasus TB aktif per seratus ribu
penduduk. 2
Sekitar delapan puluh persen pasien TB adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomis (15-59 tahun). Laki-laki dua kali lebih sering terkena
dibandingkan dengan perempuan di negara-negara sedang berkembang. Diperkirakan
seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya tiga sampai empat
bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya
sekitar duapuluh sampai tigapuluh persen. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan
kehilangan pendapatannya sekitar limabelas tahun. Selain merugikan secara ekonomis,
TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh
masyarakat. 3
TB dihubungkan secara klasik dengan kondisi kehidupan yang buruk seperti
kepadatan, urbanisasi dan ketiadaan tempat tinggal, pengguna obat-obatan terlarang dan
minuman keras, tingkat sosial ekonomi rendah, pendapatan perbulan yang rendah,
pengangguran, tingkat pendidikan yang rendah, akses kesehatan yang buruk, nutrisi yang
jelek dan status imun yang lemah (seperti pada kasus infeksi HIV). 3
Berdasarkan hasil rekapitulasi profil kesehatan kabupaten/kota di Kalimantan Barat
tahun 2007 tercatat TB Paru dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif sebanyak empat ribu
tiga ratus enam kasus dengan angka kesakitan satu koma nol tiga per seribu penduduk.
Angka kesembuhan penderita TB Paru dengan BTA positif adalah sebesar delapan puluh

satu koma lima lima dengan rincian dari empat ribu dua ratus empat puluh lima penderita
yang diobati, sebanyak tiga ribu empat ratus enam puluh dua penderita dinyatakan
sembuh. Jika melihat hasil yang dicapai, maka angka kesembuhan penderita TB Paru
BTA positif di Kalimantan Barat sudah mendekati dari target Indikator Indonesia Sehat
2010 yang ditargetkan sebesar delapan puluh lima persen. 4
Metode Penelitian
Penelitian merupakan sebuah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional
untuk mendapatkan gambaran kasus tuberkulosis paru di RSU dr. Sudarso sepanjang
September sampai dengan November 2010.
Subjek penelitian ini adalah pasien dewasa yang didiagnosis menderita
Tuberkulosis paru dan dirawat di RSU dr. Soedarso Pontianak periode September
November 2010. Sampel dipilih dengan cara pemilihan sampel berdasarkan peluang
(probality sampling) dan memenuhi kriteria inklusi penelitian : berusia di atas 18 tahun dan
telah ditegakkan diagnosis TB paru secara klinis berdasarkan pemeriksaan BTA dan
rontgen thoraks. Pengumpulan data diperoleh dari rekam medis dan wawancara dengan
pasien tuberkulosis paru yang dirawat di RSU dr. Soedarso Pontianak yang dilakukan dari
tanggal 1 September sampai dengan 30 November 2010.
Hasil dan Pembahasan
A. Proporsi Usia Pasien Tuberkulosis Dewasa
Usia pasien tuberkulosis paru pada penelitian ini didapatkan usia termuda
adalah 20 tahun (dua orang), sedangkan usia tertua adalah 72 tahun (tiga orang).
Rata-rata usia pasien tuberkulosis paru dari subyek penelitian adalah 44,2 tahun.
Kelompok usia pasien tuberkulosis paru tersering ialah kelompok usia 18-29 tahun
dan ³ 60 tahun yaitu masing-masing sebanyak 10 orang (22,2%) subyek. Kelompok
usia pasien tuberkulosis paru yang paling sedikit yaitu kelompok usia 30-39 tahun dan
40-49 tahun yaitu masing masing sebanyak 8 orang (17,8%) subyek.
Sebaran kelompok usia pada pasien tuberkulosis paru dewasa yang dirawat di
RSU dr. Sudarso sepanjang September hingga November 2010 dapat dilihat pada
Tabel 1. berikut di bawah ini.

Table 1. Kelompok usia 45 sampel penderita tuberkulosis paru
Kelompok Usia
Produktif

Non-produktif
Total

n
18-29 tahun
30-39 tahun
40-49 tahun
50-59 tahun
³ 60 tahun

10
8
8
9
10
45

%
22,2%
17,8%
17,8%
20,0%
22,2%
100,0%

Dari seluruh sampel terlihat bahwa penderita tuberkulosis paru dewasa yang
dirawat di RSU dr. Soedarso umumnya berada pada usia yang masih produktif (18-59
tahun), yaitu sebanyak 35 orang (77,8%) subyek.
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit kronis yang dapat menyerang
semua lapisan usia; selain menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi,
juga dapat merugikan secara ekonomi karena hilangnya jam kerja. 5
Insidens tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa. Penyakit
TB paru sebagian besar terjadi pada orang dewasa yang telah mendapatkan infeksi
primer pada waktu kecil dan tidak ditangani dengan baik. Usia dewasa dan diikuti usia
tua merupakan kelompok yang paling sering terkena TB di Amerika Serikat pada
tahun 2008. Jumlah kasus TB paling tertinggi mengenai usia 25 sampai dengan 44
tahun (33% dari semua kasus), diikuti usia 45 sampai dengan 64 tahun (30% dari
semua kasus). Pada usia tua di atas 65 tahun berkisar 19%. Sedangkan sisanya
berada pada usia antara 15 sampai dengan usia 24 tahun (11%) dan usia 14 tahun
kebawah (6%).

5

Keadaan ini diduga ada hubungannya dengan tingkat aktivitas dan

pekerjaan sebagai tenaga kerja produktif yang memungkinkan untuk mudah tertular
dengan kuman TB setiap saat dari penderita, khususnya dengan BTA positif. Mobilitas
dan interaksi sosial yang lebih tinggi pada orang usia 15-50 tahun, yang harus bekerja
untuk memperoleh pemasukan guna memenuhi kebutuhan keluarga, memungkinkan
mereka untuk terinfeksi dari orang lain menjadi lebih tinggi. 6
Meningkatnya kebiasaan merokok pada usia muda di negara-negara miskin
juga menjadi salah satu faktor banyaknya kejadian tuberkulosis paru pada usia
produktif. 7,8
B. Proporsi Jenis Kelamin Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa
Dari total 45 sampel pasien tuberkulosis paru ini, sebanyak 27 orang (60,0%)
subyek adalah laki-laki dan sebanyak 18 orang (40,0%) subyek adalah perempuan.

Laki-laki lebih banyak menderita tuberkulosis paru dengan rasio laki-laki : perempuan
adalah 3 : 2.
Proporsi jenis kelamin pada pasien tuberkulosis paru dewasa yang dirawat di
RSU dr. Soedarso sepanjang September hingga November 2010 secara lengkap
dapat dilihat pada Tabel 2. berikut di bawah ini.
Table 2. Jenis kelamin 45 sampel penderita Tuberkulosis Paru
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

n
%
27 60,0%
18 40,0%
45 100,0%

Walaupun tuberkulosis menjadi penyebab kematian tertinggi pada wanita,
namun kejadian tuberkulosis dilaporkan lebih banyak pada laki-laki hampir di setiap
negara di dunia, terutama di negara-negara dengan pendapatan perkapita
masyarakatnya masih rendah. Di setiap negara di dunia lebih banyak laki-laki
dibandingkan dengan wanita yang menderita TB paru tiap tahunnya, dan secara
global ada lebih dari 70% laki-laki dengan BTA positif dibandingkan dengan wanita.

9

Menurut R.E. Watkins dan A.J. Plant hal ini dikarenakan kebiasaan merokok pada
laki-laki.

10

Merokok diprediksikan sebagai faktor yang signifikan menyebabkan

terjadinya perbedaan proporsi jenis kelamin terhadap kejadian TB paru di dunia.
Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa merokok adalah faktor resiko penting yang
dapat diubah (modified) dan memiliki dampak yang signifikan terhadap epidemiologi
TB paru secara global. 10
Beberapa penjelasan lainya tentang perbedaan berbandingan penyakit infeksi
TB paru pada laki-laki dan wanita juga telah diteliti, di antaranya :
1. Adanya perbedaan biologi pada laki-laki dan wanita, seperti perbedaan tingkat
imunitas. 11
2. Laki-laki dilaporkan lebih sering mengkonsumsi alkohol dan rokok; kelakuan yang
dapat mempengaruhi angka kejadian progresifitas tuberkulosis paru menjadi aktif.
10,12

3. Perbedaan

terhadap

pajanan

(exposure)

kepada

M.

tuberculosis

yang

dihubungkan dengan perbedaan pola kehidupan/aktivitas interaksi sosial. Adanya
perbedaan status (interaksi) sosial dan ekonomi antara laki-laki dan perempuan,
serta adanya perbedaan aktivitas sehari-hari menyebabkan kemungkinan pajanan
infeksi tuberkulosis lebih banyak terhadap laki-laki. 13,14

4. Laki-laki memiliki tingkat pengetahuan tentang tuberkulosis lebih tinggi bila
dibandingkan dengan perempuan, sehingga menyebabkan adanya perbedaan
gender dalam mencari bantuan kesehatan kepada tenaga profesional juga dapat
mempengaruhi tingginya pencatatan kejadian tuberkulosis paru pada laki-laki, dan
hal ini telah dilaporkan di berbagai negara.

16

Di Pakistan, perempuan dengan

gejala penyakit pernafasan memiliki lebih sedikit akses terhadap pelayanan
kesehatan rawat jalan bila dibandingkan dengan laki-laki. 14
5. Perbedaan kebiasaan dalam mencari pertolongan medis yang menyebabkan
deteksi yang buruk terhadap kejadian penyakit di kalangan wanita; stigma buruk
yang ditempelkan terhadap mereka yang terdiagnosis positif tuberkulosis
menyebabkan banyak wanita yang akhirnya enggan mencari pengobatan jadi
mereka tidak mencari pertolongan medis sampai penyakitnya menjadi berat. 14
C. Proporsi Tingkat Pendidikan Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa
Mayoritas subyek atau setara dengan 13 orang (28,9%), hanya merasakan
pendidikan formal sampai dengan tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
Hanya sedikit dari subyek yang merasakan pendidikan formal sampai dengan tingkat
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Subyek yang sekolah hingga perguruan tinggi,
yakni

sebanyak

1

orang

(2,2%).

Apabila

dikelompokkan

menjadi

kategori

berpendidikan rendah dan tinggi, dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa subyek yang
menderita tuberkulosis paru secara umum berada pada tingkat berpendidikan rendah
(tidak bersekolah, SD, dan SLTP), yaitu sebanyak 36 orang (80,0%) subyek. Sisanya
sebanyak 9 orang (20,0%) subyek berpendidikan tinggi.
Proporsi tingkat pendidikan pada pasien tuberkulosis paru dewasa yang dirawat
di RSU dr. Soedarso sepanjang September hingga November 2010 dapat dilihat pada
Tabel 3. berikut di bawah ini.
Table 3. Tingkat pendidikan 45 sampel penderita Tuberkulosis Paru
Tingkat Pendidikan
Rendah
Tidak bersekolah
SD
SLTP
Tinggi
SLTA
Akademi/Perguruan Tinggi
Total

n
%
12 26,7%
11 24,4%
13 28,9%
8 17,8%
1
2,2%
45 100,0%

Tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit
tuberkulosis. Rendahnya tingkat pendidikan ini, akan berpengaruh pada pemahaman

tentang penyakit tuberkulosis. Masyarakat yang tingkat pendidikannya tinggi, tujuh kali
lebih waspada terhadap TB paru (gejala, cara penularan, pengobatan) bila
dibandingkan dengan masyarakat yang hanya menempuh pendidikan dasar atau lebih
rendah. Tingkat pendidikan yang rendah dihubungkan dengan rendahnya tingkat
kewaspadaan terhadap penularan TB paru. 14
Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang diantaranya mengenai rumah dan lingkungan yang memenuhi syarat
kesehatan, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan
mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat
pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya. 16
D. Proporsi Tingkat Sosial Ekonomi Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa
Karakteristik sosial ekonomi pasien tuberkulosis paru dewasa pada penelitian
ini dapat dilihat berdasarkan pendapatan subjek penelitian setiap bulannya.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas subyek berstatus sosial
ekonomi rendah (pendapatan pasien < Rp. 705.000,-/bulan) yakni sebanyak 38 orang
(84%) subyek. Sedangkan subyek lainnya sebanyak 7 orang (15,6%) berstatus sosial
ekonomi tinggi (pendapatan pasien > Rp. 705.000,-/bulan).
Proporsi tingkat sosial ekonomi pada pasien tuberkulosis paru dewasa yang
dirawat di RSU dr. Soedarso sepanjang September hingga November 2010 dapat
dilihat pada Tabel 4. berikut di bawah ini.
Table 4. Tingkat sosial ekonomi 45 sampel penderita Tuberkulosis Paru
Tingkat Sosial ekonomi
< Rp. 705.000,-/bulan
> Rp. 705.000,-/bulan
Total

n
%
38 84,4%
7 15,6%
45 100,0%

Penyakit tuberkulosis sudah lama dihubungkan dengan kemiskinan dan sanitasi
lingkungan yang buruk. Tuberkulosis adalah penyakit yang sering terjadi pada
masyarakat miskin (disease of the poor). Sebuah penelitian yang dilakukan di India
menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara pendapatan dengan TB. Di sebuah
distrik, mereka yang memperoleh pendapatan kurang dari US$ 7 per bulannya
memiliki prevalensi dua kali lipat kejadian TB jika dibandingkan dengan yang
berpendapatan lebih dari US$ 20 per bulannya.

13

Penelitian lainnya yang juga

dilakukan di India memperlihatkan hubungan yang signifikan antara pendapatan yang
tinggi (> Rs 5000/bulan) dengan penurunan kejadian tuberkulosis. 17
Kemiskinan merupakan salah satu faktor mayor untuk berkembangnya
tuberkulosis menjadi aktif.

18

Semakin memburuknya keadaan ekonomi Indonesia

belakangan ini, kelompok penduduk miskin bertambah banyak, daya beli makin
menurun,

kemampuan

memenuhi

kebutuhan

pokok

makin

berkurang

dan

dikhawatirkan keadaan ini akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat
khususnya penderita TB paru. 3,16
Kemiskinan dapat meningkatkan resiko seseorang terkena tuberkulosis.
Keadaan ini mengarah pada perumahan yang buruk (suhu ruangan, ventilasi,
pencahayaan, kelembaban, sanitasi yang tidak adekuat) dan terlampau padat, asupan
gizi makanan yang kurang serta kondisi kerja yang buruk. Kelembaban dalam rumah
memudahkan berkembangbiaknya kuman M. tuberculosis, demikian juga keadaan
ventilasi udara dalam kamar yang kecil (kurang dari 15% dari luas lantai) erat
kaitannya dengan kejadian penyakit TB paru. Ventilasi berperan besar dalam sirkulasi
udara terutama mengeluarkan CO2 dan bahan-bahan berbahaya seperti kuman M
tuberculosis.

Peningkatan

kemungkinan

terkena

infeksi

tuberkulosis

dan

perkembangan menjadi tuberkulosis aktif keduanya dihubungkan dengan malnutrisi,
kepadatan penduduk, ventilasi udara yang buruk dan sanitasi yang buruk semua
faktor tersebut berhubungan dengan kemiskinan. Kepadatan meningkatkan resiko
pajanan dan lama pajanan dengan orang TB aktif, sehingga resiko untuk terkena
infeksi semakin besar. Kompleks kemiskinan seluruhnya ini lebih memudahkan infeksi
TB berkembang dan menjadi penyakit. 19
Status sosioekonomi seseorang juga dapat berpengaruh terhadap akses
mereka terhadap informasi mengenai tuberkulosis, begitu juga halnya akses mereka
terhadap fasilitas diagnosis dan pengobatan yang ada menjadi terbatas sehingga
terjadi keterlambatan penegakan diagnosis dan jika mendapatkan pengobatan
menjadi tidak konsisten atau tidak tuntas. 18,20
E. Proporsi Tipe Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa
Berdasarkan Tabel di bawah dapat dilihat bahwa tipe pasien tuberkulosis paru
dewasa yang terbanyak adalah kasus baru sebesar 28 orang (62,2%) subyek, diikuti
oleh kasus kambuh (relaps) sebesar 11 orang (24,4%) subyek, dan kasus defaulted
atau drop out sebesar 6 orang (13,4%) subyek. Tidak ditemukan satupun kasus gagal
dan kasus kronik pada penelitian ini.

Proporsi tipe pasien tuberkulosis paru dewasa yang dirawat di RSU dr.
Soedarso sepanjang September hingga November 2010 dapat dilihat pada Tabel 5.
berikut di bawah ini.
Table 5. Tipe pasien 45 sampel penderita Tuberkulosis Paru
Tipe Pasien
Kasus baru
Kasus kambuh (relaps)
Kasus defaulted atau drop out
Kasus gagal
Kasus kronik
Total

Laki-laki
Perempuan
n
%
n
%
14 31,1% 14 31,2%
9 20,0%
2
4,4%
4 8,9%
2
4,4%
0 0,0%
0
0,0%
0 0,0%
0
0,0%
27 60,0% 18 40,0%

Menurut laporan Situasi Epidemiologi Tuberkulosis di Indonesia Tahun 2010
yang dikeluarkan oleh Subdit TB Depkes RI, kasus tuberkulosis menurut tipenya
masih didominasi oleh kasus baru, yaitu sebesar 94,74% pada tahun 2009 triwulan
pertama (dengan rincian 56,58% dengan BTA positif dan 38,16% dengan BTA negatif)
serta 94,20% pada tahun 2010 triwulan pertama (dengan rincian 59,5% dengan BTA
positif dan 34,7% dengan BTA negatif). 21
Penyebab terjadinya kasus putus berobat (defaulted) adalah karena tingkat
pengetahuan pasien yang rendah sehingga motivasi untuk berobat penuh kurang dan
lebih suka berobat ke pengobatan alternatif, adanya efek samping dari obat
tuberkulosis,

kurangnya

pengetahuan

pasien

mengenai

lama

durasi

waktu

pengobatan, dan kurangnya dukungan dari keluarga dan sekitar. Kebanyakan pasien
defaulted menghentikan pengobatan segera setelah mereka merasa agak baikan atau
sekitar dua bulan setelah pengobatan dimulai. Kesalahan persepsi yang ada di
masyarakat bahwa merasa baik/sehat adalah berarti sembuh meningkatkan angka
putus obat. 15
F. Proporsi Status Gizi Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa
Pasien dengan IMT < 18,5 kg/m2 merupakan jumlah terbanyak pada penelitian
ini, yaitu sebesar 36 orang (80,0%) subyek diikuti pasien dengan IMT 18,5 kg/m2 <
23 kg/m2 sebesar 6 orang (13,4%) subyek. Tiga pasien terakhir, masing-masing 1
orang (2,2%) subyek, memiliki IMT 23 kg/m2 < 25 kg/m2, 25 kg/m2 < 30 kg/m2, dan
³ 30 kg/m2. Berdasarkan perhitungan statistik deskriptif, didapatkan rata-rata IMT dari
45 sampel penderita tuberkulosis paru dewasa pada penelitian ini adalah 17,0 kg/m2.

Proporsi IMT pasien tuberkulosis paru dewasa yang dirawat di RSU dr.
Soedarso sepanjang September hingga November 2010 dapat dilihat pada Tabel 6.
berikut di bawah ini.
Table 6. Status gizi 45 sampel penderita Tuberkulosis Paru
Status
Gizi
Buruk
Baik

Indeks Massa Tubuh
Kurus
Normal
Gemuk

Total

< 18,5 kg/m2
18,5 kg/m2 < 23 kg/m2
23 kg/m2 < 25 kg/m2
25 kg/m2 < 30 kg/m2
³ 30 kg/m2

Laki-laki
Perempuan
n
%
n
%
23 51,2% 13 28,9%
2
4,4%
4
8,9%
1
2,2%
0
0,0%
1
2,2%
0
0,0%
0
0,0%
1
2,2%
27 60,0% 18 40,0%

Status nutrisi adalah salah satu faktor terpenting dalam pertahanan tubuh
terhadap infeksi.

23

Sudah dibuktikan bahwa defisiensi nutrisi dihubungkan dengan

terganggunya fungsi imun. Pada keadaan gizi yang buruk, maka reaksi kekebalan
tubuh akan melemah sehingga kemampuan dalam mempertahankan diri terhadap
infeksi menjadi menurun. Faktor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik pada
orang dewasa maupun pada anak. Malnutrisi protein-energi dan defisiensi
mikronutrien dapat menyebabkan imunodefisiensi sekunder yang meningkatkan
kerentanan seseorang terhadap infeksi tuberkulosis. 24,25
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjangkitnya penyakit TB adalah status
gizi. Terdapat lingkaran setan antara status gizi kurang dengan kejadian penyakit TB.
Status gizi yang buruk akan meningkatkan resiko terhadap penyakit TB paru.
Sebaliknya, penyakit TB paru dapat mempengaruhi status gizi penderita karena
proses perjalanan penyakitnya. Malnutrisi mempercepat perkembangan TB menjadi
aktif dan TB aktif menyebabkan terjadinya malnutrisi yang lebih buruk.

24

Banyak

pasien dengan TB paru aktif mengalami penurunan berat badan yang mencolok dan
beberapa diantaranya juga memperlihatkan adanya tanda-tanda kekurangan vitamin
dan mineral. Hal ini lebih disebabkan karena kombinasi dari beberapa faktor, termasuk
penurunan nafsu makan dan intake makanan serta peningkatan kehilangan dan
perubahan metabolisme yang dihubungkan dengan respons inflamasi dan respons
imun. Malnutrisi dipercaya menyebabkan perubahan pada keseimbangan kadar
cytokine pro- dan anti-inflamasi seperti interferon gamma, TNF alpa serta produksi
antibodi dan limfosit menjadi terhambat; yang penting dalam menekan perkembangan
TB. 25

Malnutrisi yang sering terjadi pada pasien dengan tuberkulosis, diperkirakan
mempengaruhi daya tahan tubuh serta hasil pengobatan dari penyakit tuberkulosis
tersebut. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien dengan TB aktif lebih
cenderung memiliki tubuh yang sangat kurus (wasted) atau memiliki skor BMI yang
lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yang sehat.

25

Selama TB aktif, proses

katabolik yang menyebabkan penurunan berat badan biasanya sudah dimulai
sebelum pasien didiagnosis. Pada saat yang bersamaan, asupan makanan menjadi
berkurang karena adanya anoreksia yang diakibatkan oleh penyakit TB. 24
Kesimpulan
1. Penderita tuberkulosis paru dewasa yang dirawat di RSU dr. Soedarso umumnya
berada pada usia yang masih produktif (18-59 tahun), yaitu sebanyak 35 orang
(77,8%) subyek dengan usia rata-rata adalah 44,2 tahun.
2. Proporsi penderita tuberkulosis paru dewasa yang diteliti didominasi oleh laki-laki
dengan jumlah 27 orang (60,0%). Sisanya, sebanyak 18 orang (40,0%) adalah
penderita perempuan.
3. Mayoritas subyek penelitian memiliki latar belakang pendidikan rendah (80,0%);
sebagian besar (28,9%) hanya tamatan SLTP.
4. Sebagian besar sosial ekonomi subyek penelitian masih rendah. Hal ini dapat dilihat
dari mayoritas pendapatan keluarga subyek (84,4%) kurang dari Rp. 705.000,- per
bulannya.
5. Tipe pasien yang terbanyak pada penelitian ini adalah kasus baru tuberkulosis paru
sebanyak 28 orang (62,2%) subyek, kemudian diikuti oleh kasus kambuh (relaps)
sebesar 11 orang (24,4%) subyek, dan kasus defaulted atau drop out sebesar 6 orang
(13,4%) subyek.
6. Status gizi sebagian besar subyek penelitian buruk, yaitu 36 orang (80,0%) subyek
memiliki IMT kurang dari 18,5 kg/m2. Hanya 9 orang (20,0%) subyek yang memiliki
IMT lebih dari 18,5 kg/m2.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar, waktu
yang lebih panjang, dan variabel yang lebih banyak serta penelitian dengan metode
yang lebih baik untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih baik secara statistik.
2. Informasi yang berkaitan dengan tuberkulosis sangat perlu untuk diedukasikan oleh
klinisi atau petugas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

3. Upaya penanganan tuberkulosis paru difokuskan bukan hanya pada pengobatan,
namun juga pencegahan penyakit melalui perbaikan ekonomi, status gizi, dan
pendidikan di tingkat masyarakat dengan melibatkan instansi terkait lainnya.
Ucapan Terima Kasih
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak dr. Abdul Salam Sp.P, yang telah
memberikan bimbingan, para dosen serta teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran
UNTAN yang telah meluangkan waktunya dalam penyelesaian penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta, 2007.
2. World Health Organization. Global Tuberculosis Control: A Short Up Date to the 2009
Report. Geneva, 2009.
3. World Health Organization. A Brief History of Tuberculosis Control in Indonesia.
Geneva, 2009.
4. Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat. Profil Kesehatan Propinsi Kalimantan
Barat Tahun 2007. Pontianak, 2008.
5. CDC. Reported Tuberculosis in the United States, 2008. Atlanta, GA: U.S. Department
of Health and Human Services, CDC, September 2009.
6. Godoy P, Nogues A, Alseda M, et al. Risk factors associated to tuberculosis patients
with positive sputum microscopy. Gac Sanit 2001;15:50612.
7. Kolappan C, Gopi PG. Tobacco smoking and pulmonary tuberculosis. Thorax
2002;57:9646.
8. Gumus S, Deniz O, Ucar E, Tozkoparan, Ozkan M, Bilgic H. Smoking rates in young
adult patients with pulmonary tuberculosis. Department of Pulmonary Medicine and
Tuberculosis, Gulhane Military Medical Academy, Ankara, Turkey 2009.
9. Begum V, de Colombani P, Das Gupta S, et al. Tuberculosis and patient gender in
Bangladesh: sex differences in diagnosis and treatment outcome. Int J Tuberc Lung
Dis 2001; 5: 604610.
10. Watkins RE, Plant, AJ. Does smoking explain sex differences in the global tuberculosis
epidemic? Epidemiol. Infect 2006;134:333-339.

11. Bothamley G. Sex and gender in the pathogenesis of infectious tuberculosis : a
perspective from immunology, microbiology and human genetics. In: Diwan VK,
Thorson A, Winkvist A, eds. Gender and tuberculosis. Stockholm, Sweden: Nordic
School of Public Health, 1998.
12. Lönnroth K, Williams BG, Stadlin S, Jaramillo E, and Dye C. Alcohol use as a risk
factor for tuberculosis a systematic review. BMC Public Health 2008; 8:289.
13. World Health Organization. A Human Rights Approach to TB: Stop TB Guidelines for
Social Mobilization. Geneva, 2001.
14. Waisbord S. Behavioral barriers in tuberculosis control: A literature review. The
CHANGE Project/Academy for Educational Development.
15. Hoa NP, Thorson AEK, Long NH, Diwan VK. Knowledge of tuberculosis and
associated health-seeking behaviour among rural Vietnamese adults with a cough for
at least three weeks. Scand J Public Health 2003;31(Suppl. 62):59-65.
16. Misnadiarly. Prevalensi Tuberkulosis Paru di Indonesia 2007 dan Faktor yang
Mempengaruhi. Medika 2009;34:810-815.
17. Shetty N, Shemko M, Vaz M, and DSouza G. An epidemiological evaluation of risk
factors for tuberculosis in South India: a matched case control study. Int J Tuberc Lung
Dis 2006;10(1):80-86.
18. Spence DPS, Hotchkiss J, Williams CSD, and Dawies PDO. Tuberculosis and Poverty.
BMJ 1993;307:759-761.
19. Karyadi E, West CE, Nelwan RHH, Dolmans WMV, van der Meer JWM and Schultink
JW. Social Aspects of Patients with Pulmonary Tuberculosis in Indonesia. J Trop Med
2002;33:338-345.
20. Lienhardt C, Fielding K, Sillah JS, Bah B, Gustafson P, Warndorff D et al. Investigation
of the Risk Factors for Tuberculosis: A Case-Control Study in Three Countries in West
Africa. Int J Epidemiol 2005;34:914-923.
21. Subdit TB. Situasi Epidemiologi Tuberkulosis di Indonesia Tahun 2010. Depkes RI,
2010.
22. Schaible UE, Kaufmann SHE. Malnutrition and Infection: Complex Mechanisms and
Global Impacts. PLoS Medicine 2007;4(5):806-812.
23. USAID. Nutrition and Tuberculosis. A Review of the Literature and Considerations for
TB Control Programs. 2008.

24. Cegielski P, McMurray DN. The relationship between malnutrition and tuberculosis:
evidence from studies in humans and experimental animals. Int J Tuberc Lung Dis
2004;8:28698.
25. Gupta KB, Gupta R, Atreja A, Verma M, and Vishvkarma S. Tuberculosis and nutrition.
Lung India 2009;26(1):916.

Thank you for reading article Jurnal TB Paru - scribd

Cara Menyembuhkan Tbc Obat Tbc Paru

Posting Perdana Cara Menyembuhkan Tbc

cara menyembuhkan tbc

TBC PARU

cara menyembuhkan penyakit tbc dengan cepat >>> kini telah hadir obat alami ace maxs yang akan membatu menyembuhkan berbagai penyakit khususnya penyakit tbc yang mungkin kini anda atau keluarga anda alami saat ini tapi jangan khwatir karena kami mempunyai solusinya yaitu dengan obat alami ace maxs yang terbuat dari bahan-bahan alami tanpa mengandung zat atau kimia apapun jadi sangat aman, obat alami ace maxs yaitiu perpaduan antara jus kulit manggis dan ekstra daun sirsak yang di jadikan satu dengan teknologi terkini dan tangan-tangan ahli menjadi sebuah minuman yang sangat berkhasiat terbukiti mampu mengobati penyakit kronis dan non kronis, dan harus anda ketahui bahwa obat alami ace maxs tidak ada efek samping jadi sangat aman untuk di konsumsi bagi siapa saja termasuk balita bahakan ibu yang sedang mengandung. kini obat alami ace maxs akan membahas bagai mana cara meyembuhkan pennyakit tbc dengan cepat.

sekilas informasi mengenai penyakit tbc

Penyakit TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium Tuberklosa, bakteri ini menyerang siapa saja pria maupun wanita tanpa memandang usia. Dan biasanya penyakit TBC sering menyerang pada usia rata-rata 15-35 tahun, boleh dibilang usia masih produktif.

Pada umumnya penyakit TBC menular melalui udara, dan biasanya bakteri mikobakterium tuberklosa terbawa pada saat seseorang batuk lalu mengeluarkan dahak. Bahayanya jika bakteri selalu masuk dan terkumpul dalam paru-paru, maka bakteri ini akan berkembang biak dengan cepat apalagi yang mempunyai daya tahan tubuh yang rendah. cara menyembuhkan penyakit tbc dengan cepat

Apabila sudah terjadi infeksi maka dengan mudahnya akan menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Terjadinya infeksi TBC dapat mempengaruhi organ tubuh lainnya seperti otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan biasanya yang paling sering terserang yaitu paru-paru. cara menyembuhkan penyakit tbc dengan cepat

Bakteri mikobakterium tuberklosa mempunyai bentuk seperti batang dan bersifat seperti tahan asam sehingga dikenal sebagai BTA (Batang Tahan Asam) yang merupakan faktor utama penyakit TBC. Selain dari bakteri tersebut, faktor yang lain yang menjadi penyebab penyakit TBC adalah lingkungan yang lembab, kurangnya sirkulasi udara, dan kurangnya sinar matahari dalam ruang sangat berperan terjadinya penyebaran bakteri mikobakterium tuberklosa ini. Dengan demikian sangat mudah menyerang orang-orang disekitar dalam kondisi lingkungan yang kurang sehat. cara menyembuhkan penyakit tbc dengan cepat

solusi cara menyembuhkan penyakit tbc dengan cepat

cara menyembuhkan penyakit tbc dengan cepat

Ace Maxs

cara menyembuhkan penyakit tbc dengan cepat Ace Maxs merupakan salah satu terobosan dan juga alternatif terbaik bagi anda dalam menuntaskan penyakit TBC anda secara alami dan aman. Perpaduan dari dua bahan alami dari Ace maxs sebagai Obat Penyakit TBC ini yaitu kulit manggis dan daun sirsak mampu mmeberikan kontribusi yang sangat baik dalam proses penyembuhan penyakit TBC anda secara alami. Keduanya memilki khasiat luar biasa dan mampu saling melengkapi satu sama lain dalam proses penyembuhan penyakit TBC ini, sehingga menjadikan Ace Maxs sangat cocok dan tepat sekali untuk atasi penyakit TBC atau Tuberkulosis anda. Untuk lebih lengkapnya lagi mengenai khasiat yang dimilki Ace Maxs sebagai Obat Penyakit TBC ini bisa dan simak di bawah ini. cara menyembuhkan penyakit tbc dengan cepat

Antioksidan yang terdapat pada Ekstrak kulit manggis memiliki kandungan luar biasa, yaitu memiliki vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai antioksidan yang paling efektif. Kandungan alpha-mangostin dan gamma-mangostin pada buah manggis juga bersifat sebagai antibakteri. Alpha-Mangostin juga diketahui mempunyai efektivitas yang sama baiknya dengan antibiotika yang berada di pasaran seperti amphicillin dan minocycline. Oleh sebab itulah, maka Ace Maxs ini sangat ampuh dalam mengatasi penyakit tuberkulosis (TBC) anda secara alami dan efektif. cara menyembuhkan penyakit tbc dengan cepat

Dan kandungan yang dimilki daun sirsak pun tidak kalah pentingnya dengan kandungan yang dimilki kulit manggis yang mana pada Daun sirsak ini memiliki zat acetogenins yang mampu mengatasi berbagai macam penyakit kronis terutama dalam mengatasi penyakit kanker. Senyawa acetogenins merupakan senyawa bioaktif yang berperan sebagai senyawa sitotoksik di dalam tubuh manusia. Senyawa acetogenins yang dimiliki sirsak mampu menghentikan pertumbuhan sel kanker dan membunuhnya secara selektif. Acetogenins hanya bekerja pada sel-sel yang tumbuh secara berlebihan seperti kanker atau tumor. Sel-sel lain yang tumbuh normal tidak dipengaruhinya. Senyawa acetogenins dari sirsak diklaim 10.000 kali lebih kuat daripada metoda kemotherapy yang menggunakan zat kimia. cara menyembuhkan penyakit tbc dengan cepat

Maka, sungguh sangat luar biasa sekali jika kedunya dipadukan menjadi sebuah produk herbal berkualitas dan yang sangat aman dan efektif sekali dalam mengatasi berbagai macam penyakit salah satunya penyakit TBC ini. Jadi jika anda ingin memesannya, tidak perlu ragu lagi segera anda pesan dan anda konsumsi Ace Maxs sebagai Obat Penyakit TBC ini sekarang juga. Dan anda bisa rasakan khasiat terbaiknya cara menyembuhkan penyakit tbc dengan cepat

bagi anda yang  berminat  cukup Sms sesuai Contoh format pemesanan di bawah ini !!!

cara-membeli-herbal

BARANG  SAMPAI BARU TRANSFER PEMBAYARAN

BERLAKU UNTUK PEMESANAN 2 BOTOL KE BAWAH

Posted by : Obat Tbc Paru

Thank you for reading article Cara Menyembuhkan Tbc Obat Tbc Paru

Obat Herbal TBC Kelenjar

Obat herbal tbc kelenjar yang terbuat dari ramuan berkhasiat. Dengan metode pengobatan ini, pasien tidak akan mendapatkan efek samping yang berlebihan tidak seperti pengobatan pada umumnya yang menggunakan obatan-obatan kimia. Manfaat lain selain aman, konsumsi obat herbal tidak hanya dapat membunuh kuman, bakteri dan virus tetapi juga dapat menyembuhkan sel tubuh yang rusak. Herbal bersifat multikhasiat, dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit!

Penyebab dan Gejala TBC Kelenjar

Penyakit TBC kelenjar

Selain menyerang paru paru TBC juga dapat menyerang bagian kelenjar getah bening, yang mengakibatkan terjadinya pembesaran pada kelenjar leher. Salah satu penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis terhadap kelenjar. Kelenjar tersebut dapat pecah dan mengeluarkan cairan yang biasanya berwarna putih & kadang kehijauan. Seandainya seorang terkena TB kelenjar tidak jarang bersamaan bersama TB Paru, namun bisa pula TB kelenjar tidak dengan TB paru. Tidak Cuma pembesaran kelenjar, sangat sering disertai gejala lain seperti nafsu makan turun, berat tubuh turun dan berkeringat tengah malam hari.

Kalau disertai TB paru mampu berjalan batuk kronik, batuk darah, nyeri dada atau sesak. Tiap-tiap diagnosis TB kelenjar mesti dibuktikan dengan cara mikrobiologi dengan ditemukannya kuman mycobacterium tuberculosis kepada jaringan kelenjar tersebut. Rata-rata dokter melakukan biopsi jarum halus (BJH) kepada kelenjar tersebut dalam menegakkan diagnosis TB kelenjar. Hasil BJH serta diperiksa sel-sel nya (sensor sitologi) untuk menyingkirkan keganasan (kanker) lantaran paling sering pembesaran kelenjar di leher ialah satu buah penyebaran kanker dari ruang lain.

Obat TBC Kelenjar Ace Maxs

Ace Maxs adalah sebuah produk kesehatan terbaru yang terbuat dari ekstrak kulit manggis dan daun sirsak yang telah terbukti mampu membantu mengobati infeksi, radang dan kanker. Bahan bahan yang terkandung di dalamnya berkhasiat untuk membantu meningkatkan daya tahan tubuh, mengatasi bakteri, jamur dan virus serta aktif untuk membunuh sel-sel abnormal dalam tubuh.

Antioksidan xanthone dalam kulit manggis juga memiliki efek antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti mycobacterium tuberculosis dan staphylococcus aureus (penyebab infeksi dan gangguan pencernaan). Dalam kulit buahnya, kandungan xanthone yang tertinggi, yaitu 40 persen. Dengan kandungan xanthone yang tinggi, dalam kulit buah manggis yang mana dapat membunuh penyakit dan memperbaiki sel yang telah rusak serta melindungi sel-sel di dalam tubuh. xanthone adalah substansi kimia alami, yang tergolong senyawa polyhenolic yang dapat digunakan sebagai zat untuk mengatasi berbagai penyakit.

Obat TBC Kelenjar Herbal

Hasil penelitian The National Cancer Institute tahun 1976 menunjukkan bahwa daun sirsak mampu menyerang dan menghancurkan sel-sel kanker, demikian hasil penelitian tentang khasiat sirsak sebagai antitumor dan antikanker. Daun Sirsak/Graviola diuji di laboratorium, Hasil test menunjukkan khasiat daun sirsak secara efektif memilih target dalam membunuh sel jahat dari 12 tipe kanker yang berbeda-beda. Selain itu, NADH dehidrogenase di dalam ekstrak daun sirsak sebagai penghambat inveksi virus HIV. NADH dehidrogenase adalah enzim protein yang terikat oleh membrane dari sistem transport electron mitokondria.

Kedua bahan herbal ini efektif untuk mengatasi TBC kelenjar, selain ampuh juga aman bagi kesehatan tubuh. Sudah dibuktikan oleh beberapa konsumen kami di bawah ini:

Testimoni Obat TBC Kelenjar Ace Maxs

  • Nama : Maria Goreta
  • Usia : 49 th
  • Alamat : citayam bogor
  • Keluhan: benjolan di leher

Keluhan di sekitar leher (benjolan) dan ini sudah berlangsung lama, bahkan saya berniat untuk operasi. Setelah saya konsumsi 6 botol , ajaib benjolan dileher kempes.

  • Nama : Sembiring Pelawi
  • Umur : 40 tahun
  • Asal : Jakarta
  • Penyakit : Kelenjar Getah Bening / Benjolan di leher

Setelah minum 2 botol ACE-MAXS penyakitnya hilang, artinya benjolan-benjolan di sebelah kiri dan kanan lehernya lenyap, dan badannya semakin segar. Setelah habis 2 botol, Sembiring tetap minum ACE MAXS untuk lebih memastikan bahwa dia telah sehat bugar dan bebas dari berbagai penyakit.

Cara Pemesanan Ace Maxs

Jika anda tertarik dengan obat herbal tbc kelenjar ace maxs untuk pembelian silahkan lakukan pemesanan terlebih dahulu. Caranya, kirim sms dengan format di bawah ini:

ACM-TBK : Jumlah Pesanan : Nama : Alamat : No Hp/Tlp Kirim Ke 085.318.732.223

Contoh Pemesanan: ACM-TBK : 5 botol : Nurul Aminah : Jl. Sangkuriang No.11 Bandung Jawa Barat : Hp. 085223XXXXXX Lalu kirim ke: 085.318.732.223

Informasi Lengkap klik CARA ORDER ACE MAXS

Setelah kami menerima sms dari anda, kami akan konfirmasi dengan membalas sms tersebut mengenai total harga untuk pembelian ke tempat anda. Setelah kita sepakat dengan total harga tersebut barang akan segera di kirim melalui JNE. Tersedia layanan kirim barang dulu untuk pemesanan 1 dan 2 botol, pembayaran bisa setelah barang sampai. Pemesanan diatas 2 botol, kami mengharuskan anda mengirim/mentransfer separuh dari total harga sebagai DP

Daftar Harga Obat TBC Kelenjar Ace Maxs

Obat TBC Kelenjar

Transfer Pembayaran Ke Rekening Di Bawah Ini:

Bank BRI Cab. Tasikmalaya
No. Rekening : 0100-01-054862-50-5
Atas Nama : Aryanto

Bank Mandiri KCP Tasikmalaya
No. Rekening : 131-00-0994255-0
Atas Nama : Aryanto

Bank BCA KCU Tasikmalaya
No. Rekening : 054-0606-196
Atas Nama : Aryanto

Bank CIMB Niaga Cab. Tasikmalaya
No. Rekening : 439-01-01029-11-8
Atas Nama : Aryanto

Bank BNI KC Tasikmalaya
No.Rekening : 0226098704
Atas Nama : Aryanto

Setelah mengirimkan total pembayaran anda melalui rekening diatas, anda bisa langsung konfirmasi melalui tlpn/SMS. Terimakasih telah percaya kepada kami, dan semoga ace maxs bisa menjadi perantara bagi kesembuhan anda dari penyakit TBC kelanjar ini. Semoga lekas sembuh dan salam sehat.

Thank you for reading article Obat Herbal TBC Kelenjar

Tuberculosis diagnosis - Wikipedia, the free encyclopedia

Tuberculosis diagnosis

From Wikipedia, the free encyclopedia
Jump to:navigation, search
For an overview of the disease, see Tuberculosis.

Tuberculosis is diagnosed by finding Mycobacterium tuberculosis bacteria in a clinical specimen taken from the patient. While other investigations may strongly suggest tuberculosis as the diagnosis, they cannot confirm it.

A complete medical evaluation for tuberculosis (TB) must include a medical history, a physical examination, a chest X-ray and microbiological examination (of sputum or some other appropriate sample). It may also include a tuberculin skin test, other scans and X-rays, surgical biopsy.

Medical history

The medical history includes obtaining the symptoms of pulmonary TB: productive, prolonged cough of three or more weeks, chest pain, and hemoptysis. Systemic symptoms include low grade remittent fever, chills, night sweats, appetite loss, weight loss, easy fatiguability, and production of sputum that starts out mucoid but changes to purulent.[1] Other parts of the medical history include prior TB exposure, infection or disease and medical conditions that increase risk for TB disease such as HIV infection. Depending on the sort of patient population surveyed, as few as 20%, or as many as 75% of pulmonary tuberculosis cases may be without symptoms.[2]

Tuberculosis should be suspected when a pneumonia-like illness has persisted longer than three weeks, or when a respiratory illness in an otherwise healthy individual does not respond to regular antibiotics.

Physical examination

A physical examination is done to assess the patient's general health. It cannot be used to confirm or rule out TB. However, certain findings are suggestive of TB. For example, blood in the sputum, significant weight loss and drenching night sweats may be due to TB.

Microbiological studies

Lab Findings
TB Culture.jpg
Distinctive clusters of colorless Mycobacterium tuberculosis form in this culture.
Gram+
Shaperods

A definitive diagnosis of tuberculosis can only be made by culturing Mycobacterium tuberculosis organisms from a specimen taken from the patient (most often sputum, but may also include pus, CSF, biopsied tissue, etc.).[1] A diagnosis made other than by culture may only be classified as "probable" or "presumed". For a diagnosis negating the possibility of tuberculosis infection, most protocols require that two separate cultures both test negative.[1]

Sputum

Sputum smears and cultures should be done for acid-fast bacilli if the patient is producing sputum.[1] The preferred method for this is fluorescence microscopy (auramine-rhodamine staining), which is more sensitive than conventional Ziehl-Neelsen staining.[3] In cases where there is no spontaneous sputum production, a sample can be induced, usually by nebulized inhalation of a saline or saline with bronchodilator solution. A comparative study found that inducing three sputum samples is more sensitive than three gastric washings.[4]

Alternative sampling

In patients incapable of producing a sputum sample, common alternative sample sources for diagnosing pulmonary tuberculosis include gastric washings, laryngeal swab, bronchoscopy (with bronchoalveolar lavage, bronchial washings, and/or transbronchial biopsy), and fine needle aspiration (transtracheal or transbronchial). In some cases, a more invasive technique is necessary, including tissue biopsy during mediastinoscopy or thoracoscopy.

PCR

Other mycobacteria are also acid-fast. If the smear is positive, PCR or gene probe tests can distinguish M. tuberculosis from other mycobacteria. Even if sputum smear is negative, tuberculosis must be considered and is only excluded after negative cultures.

Other

Many types of cultures are available.[5] Traditionally, cultures have used the Löwenstein-Jensen (LJ), Kirchner, or Middlebrook media (7H9, 7H10, and 7H11). A culture of the AFB can distinguish the various forms of mycobacteria, although results from this may take four to eight weeks for a conclusive answer. New automated systems that are faster include the MB/BacT, BACTEC 9000, VersaTREK, and the Mycobacterial Growth Indicator Tube (MGIT). The Microscopic Observation Drug Susceptibility assay culture may be a faster and more accurate method.[6]

Radiography

Main article: Tuberculosis radiology

Chest X-ray and CT

Tuberculosis creates cavities visible in x-rays like this one in the patient's right upper lobe.

In active pulmonary TB, infiltrates or consolidations and/or cavities are often seen in the upper lungs with or without mediastinal or hilar lymphadenopathy or pleural effusions ( tuberculous pleurisy). However, lesions may appear anywhere in the lungs. In disseminated TB a pattern of many tiny nodules throughout the lung fields is common - the so-called miliary TB. In HIV and other immunosuppressed persons, any abnormality may indicate TB or the chest X-ray may even appear entirely normal.

Abnormalities on chest radiographs may be suggestive of, but are not necessarily diagnostic of, TB. However, chest radiographs may be used to rule out the possibility of pulmonary TB in a person who has a positive reaction to the tuberculin skin test and no symptoms of the disease.

Cavitation or consolidation of the apexes of the upper lobes of the lung or the tree-in-bud sign[7] may be visible on an affected patient's chest X-ray.[1] The tree-in-bud sign may appear on the chest CTs of some patients affected by tuberculosis, but it is not specific to tuberculosis.[7]

Abreugraphy

For more details on this topic, see Abreugraphy.

A variant of the chest X-Ray, abreugraphy (from the name of its inventor, Dr. Manuel Dias de Abreu) was a small radiographic image, also called miniature mass radiography (MMR) or miniature chest radiograph. Though its resolution is limited (it doesn't allow the diagnosis of lung cancer, for example) it is sufficiently accurate for diagnosis of tuberculosis.

Much less expensive than traditional X-Ray, MMR was quickly adopted and extensively utilized in some countries, in the 1950s. For example, in Brazil and in Japan, tuberculosis prevention laws went into effect, obligating ca. 60% of the population to undergo MMR screening.

The procedure went out of favor, as the incidence of tuberculosis dramatically decreased, but is still used in certain situations, such as the screening of prisoners and immigration applicants..

Immunological test

ALS Assay

For an overview of ALS Assay, see Antibodies_from_Lymphocyte_Secretions.

Antibodies from Lymphocyte Secretion or Antibody in Lymphocyte Supernatant or ALS Assay is an immunological assay to detect active diseases like tuberculosis, cholera, typhoid etc. Recently, ALS assay nods the scientific community as it is rapidly used for diagnosis of tuberculosis. The principle is based on the secretion of antibody from in vivo activated plasma B cells found in blood circulation for a short period of time in response to TB-antigens during active TB infection rather than latent TB infection.

Transdermal Patch

A similar approach to the ALS assay. The transdermal patch is a suggested method of detecting active M.tuberculosis circulating within blood vessels of patient. This skin patch contains antibodies recognizing the secreted bacterial protein MPB-64 passing through the blood capillaries of the skin creating an immunological response.[8] If the patch detects this secreted bacterial protein, the surrounding skin will redden.[8]

Tuberculin skin test

For more details on this topic, see Tuberculin skin test.

Two tests are available: the Mantoux and Heaf tests.

Mantoux skin test

For more details on this topic, see Mantoux test.
Injecting a Mantoux skin test
The Mantoux test for TB involves intradermally injecting PPD (Purified Protein Derivative) tuberculin and measuring the size of induration 48-72 hours later.

The Mantoux skin test is used in the United States and is endorsed by the American Thoracic Society and Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

If a person has had a history of a positive tuberculin skin test, another skin test is not needed.

Heaf test

For more details on this topic, see Heaf test.

The Heaf test was used in the United Kingdom until 2005, and is graded on a four-point scale. The Mantoux test is now used.

The equivalent Mantoux test positive levels done with 10 TU (0.1 ml 100 TU/ml, 1:1000) are

  • 04 mm induration (Heaf 0 to 1)
  • 514 mm induration (Heaf 2)
  • Greater than 15 mm induration (Heaf 3 to 5)

CDC classification of tuberculin reaction

An induration (palpable raised hardened area of skin) of more than 515 mm (depending upon the person's risk factors) to 10 Mantoux units is considered a positive result, indicating TB infection.

  • 5 mm or more is positive in
    • HIV-positive person
    • Recent contacts of TB case
    • Persons with nodular or fibrotic changes on CXR consistent with old healed TB
    • Patients with organ transplants and other immunosuppressed patients
  • 10 mm or more is positive in
    • Recent arrivals (less than 5 years) from high-prevalent countries
    • Injection drug users
    • Residents and employees of high-risk congregate settings (e.g., prisons, nursing homes, hospitals, homeless shelters, etc.)
    • Mycobacteriology lab personnel
    • Persons with clinical conditions that place them at high risk (e.g., diabetes, prolonged corticosteroid therapy, leukemia, end-stage renal disease, chronic malabsorption syndromes, low body weight, etc.)
    • Children less than 4 years of age, or children and adolescents exposed to adults in high-risk categories
  • 15 mm or more is positive in
    • Persons with no known risk factors for TB
    • (Note: Targeted skin testing programs should only be conducted among high-risk groups)

A tuberculin test conversion is defined as an increase of 10 mm or more within a 2-year period, regardless of age.

BCG vaccine and tuberculin skin test

There is disagreement on the use of the Mantoux test on people who have been immunized with BCG. The US recommendation is that in administering and interpreting the Mantoux test, previous BCG vaccination should be ignored; the UK recommendation is that interferon- tests should be used to help interpret positive tuberculin tests, also, the UK does not recommend serial tuberculin skin testing in people who have had BCG (a key part of the US strategy). In their guidelines on the use of QuantiFERON Gold the US Centers for Disease Control and Prevention state that whereas Quantiferon Gold is not affected by BCG inoculation tuberculin tests can be affected.[9] In general the US approach is likely to result in more false positives and more unnecessary treatment with potentially toxic drugs; the UK approach is as sensitive in theory and should also be more specific, because of the use of interferon- tests.

Under the US recommendations, diagnosis and treatment of latent tuberculosis infection (LTBI) is considered for any BCG-vaccinated person whose skin test is 10 mm or greater, if any of these circumstances are present:

  • Was in contact with another person with infectious TB
  • Was born or has resided in a high TB prevalence country
  • Is continually exposed to populations where TB prevalence is high.

ve been reviewed in detail.[5][10]

Adenosine deaminase

In 2007, a systematic review of adenosine deaminase by the NHS Health Technology Assessment Programme concluded "There is no evidence to support the use of ADA tests for the diagnosis of pulmonary TB. However, there is considerable evidence to support their use in pleural fluid samples for diagnosis of pleural TB, where sensitivity was very high, and to a slightly lesser extent for TB meningitis. In both pleural TB and TB meningitis, ADA tests had higher sensitivity than any other tests."[10]

Nucleic acid amplification tests (NAAT)

This is a heterogeneous group of tests that use either the polymerase chain reaction (PCR) technique or Transcription mediated amplification (TMA) or other forms of nucleic acid amplification methods to detect mycobacterial nucleic acid. These test vary in which nucleic acid sequence they detect and vary in their accuracy. The two most common commercially available tests are the amplified mycobacterium tuberculosis direct test (MTD, Gen-Probe) and Amplicor (Roche Diagnostics). In 2007, a systematic review of NAAT by the NHS Health Technology Assessment Programme concluded that "NAAT test accuracy to be far superior when applied to respiratory samples as opposed to other specimens. Although the results were not statistically significant, the AMTD test appears to perform better than other currently available commercial tests."[10]

In a more recent before-after observational study, found that use of the MTD test reduce inappropriate tuberculosis therapy. The study found the accuracy of the MTD test as follows:[11]

Overall

  • sensitivity 92%
  • specificity 99%

Smear positive patients

  • sensitivity 99%
  • specificity 98%

Smear negative patients

  • sensitivity 62%
  • specificity 99%

Full blood count

Although a full blood count is never diagnostic, normocytic anemia and lymphopenia are common. Neutrophilia is rarely found [iron deficiency anemia may develop with isoniazid treatment]. Urea and electrolytes are usually normal, although hypocalcemia and hyponatremia are possible in tuberculous meningoencephalitis due to SIADH. In advanced disease, hypoalbuminemia, hyperproteinemia, and hyperglobulinemia may be present.[12]

Erythrocyte sedimentation rate is usually raised.

Interferon- release assays

Interferon- (interferon-gamma) release assays (IGRAs) are new developments in TB infection testing. IGRAs are based on the ability of the Mycobacterium tuberculosis antigens for early secretory antigen target 6 (ESAT-6) and culture filtrate protein 10 (CFP-10) to stimulate host production of interferon-gamma. Because these antigens are not present in non-tuberculous mycobacteria or in any BCG vaccine variant, these tests can distinguish latent tuberculosis infection (LTBI).

The blood tests QuantiFERON-TB Gold In-Tube and T-SPOT.TB use these antigens to detect people with tuberculosis. Lymphocytes from the patient's blood are incubated with the antigens. These tests are called interferon tests and are not equivalent.[13] If the patient has been exposed to tuberculosis before, T lymphocytes produce interferon in response. The QuantiFERON-TB Gold In-Tube uses an ELISA format to detect the whole blood production of interferon with great sensitivity (89%).[citation needed] The distinction between the tests is that QuantiFERON-TB Gold quantifies the total amount of interferon when whole blood is exposed to the antigens(ESAT-6,CFP-10 and TB 7.7(p4)), whereas Guidelines for the use of the FDA approved QuantiFERON-TB Gold were released by the CDC in December 2005. In October 2007, the FDA gave approval of QuantiFERON-TB Gold In Tube for use in the United States.

The enzyme-linked immunospot assay (ELISPOT) is another blood test available in the UK that may replace the skin test for diagnosis.[14][15][16]T-SPOT.TB,[17] a type of ELISPOT assay,[18] counts the number of activated T lymphocytes that secrete interferon .

For diagnosing latent TB, three systematic reviews of IGRAs concluded the tests noted excellent specificity for the tests to distinguish latent TB from prior vaccination.[10][19]

According to a study from Korea, where there is a high prevalence of LTBI, QuantiFERON-TB Gold and T-SPOT.TB have good sensitivity but reduced specificity for diagnosing active TB, due to their ability to detect latent TB.[20] In a recently published metaanalysis,[21] with data from both developed and developing countries, QuantiFERON-TB Gold In Tube had a pooled sensitivity for active TB of 81% and specificity of 99.2%, whereas T-SPOT.TB had a pooled sensitivity of 87.5% and specificity of 86.3%. In head-to-head comparisons, the sensitivity of IGRAs surpassed TST. The authors concluded that IGRAs are "superior to the TST for detecting confirmed active TB disease..."[citation needed]

A study at Stanford University conform that addition of immune boosters can make the IGRA more reliable in terms of separating positive from negative individuals.[22] A study from the University of Southampton shows that variations in environmental temperatures can have a profound effect on the performance of IGRA.

Tuberculosis classification system used in the US

For more details on this topic, see Tuberculosis classification.

The current clinical classification system for TB (Class 0 to 5) is based on the pathogenesis of the disease.

The U.S. Citizenship and Immigration Services has an additional TB classification (Class A, B1, or B2) for immigrants and refugees developed by the Centers for Disease Control and Prevention (CDC). The (Class) B notification program is an important screening strategy to identify new arrivals who have a high risk for TB.

References

  1. ^ a b c d e Kumar, Vinay; Abbas, Abul K.; Fausto, Nelson; & Mitchell, Richard N. (2007). Robbins Basic Pathology (8th ed.). Saunders Elsevier. pp. 516-522 ISBN 978-1-4160-2973-1
  2. ^ Burke and Parnell. Minimal Pulmonary Tuberculosis. 1948. 59:348 Canadian Medical Association Journal.
  3. ^ Steingart K, Henry M, Ng V, et al. (2006). "Fluorescence versus conventional sputum smear microscopy for tuberculosis: a systematic review". Lancet Infect Dis 6 (9): 57081. doi:10.1016/S1473-3099(06)70578-3. PMID 16931408. 
  4. ^ Brown M, Varia H, Bassett P, Davidson RN, Wall R, Pasvol G (2007). "Prospective study of sputum induction, gastric washing, and bronchoalveolar lavage for the diagnosis of pulmonary tuberculosis in patients who are unable to expectorate". Clin Infect Dis 44 (11): 141520. doi:10.1086/516782. PMID 17479935. 
  5. ^ a b Drobniewski F, Caws M, Gibson A, Young D (2003). "Modern laboratory diagnosis of tuberculosis". Lancet Infect Dis 3 (3): 1417. doi:10.1016/S1473-3099(03)00544-9. PMID 12614730. 
  6. ^ Moore D, Evans C, Gilman R, Caviedes L, Coronel J, Vivar A, Sanchez E, Piñedo Y, Saravia J, Salazar C, Oberhelman R, Hollm-Delgado M, LaChira D, Escombe A, Friedland J (2006). "Microscopic-observation drug-susceptibility assay for the diagnosis of TB". N Engl J Med 355 (15): 153950. doi:10.1056/NEJMoa055524. PMC 1780278. PMID 17035648. 
  7. ^ a b Rossi, S. E.; Franquet, T.; Volpacchio, M.; Gimenez, A.; Aguilar, G. (1 May 2005). "Tree-in-Bud Pattern at Thin-Section CT of the Lungs: Radiologic-Pathologic Overview". Radiographics 25 (3): 789801. doi:10.1148/rg.253045115. Retrieved 28 May 2012. 
  8. ^ a b Nakamura, R. M.; Einck, L.; Velmonte, M. A.; Kawajiri, K.; Ang, C. F.; Delasllagas, C. E.; Nacy, C. A. (2001-01-01). "Detection of active tuberculosis by an MPB-64 transdermal patch: a field study". Scandinavian Journal of Infectious Diseases 33 (6): 405407. ISSN 0036-5548. PMID 11450857. 
  9. ^ CDC - Guidelines for Using the QuantiFERON-TB Gold Test for Detecting Mycobacterium tuberculosis Infection, United States
  10. ^ a b c d Dinnes J, Deeks J, Kunst H, Gibson A, Cummins E, Waugh N, Drobniewski F, Lalvani A (2007). "A systematic review of rapid diagnostic tests for the detection of tuberculosis infection". Health Technol Assess 11 (3): 1314. doi:10.3310/hta11030. PMID 17266837. 
  11. ^ Guerra RL, Hooper NM, Baker JF, et al. (2007). "Use of the Amplified Mycobacterium tuberculosis Direct Test in a Public Health Laboratory: Test Performance and Impact on Clinical Care". Chest 132 (3): 94651. doi:10.1378/chest.06-2959. PMID 17573496. 
  12. ^ "Tibione in the Treatment of Tuberculosis Activity, Dosage and Toxic Manifestations". 
  13. ^ Ferrara G, et al. (2006). "Use in routine clinical practice of two commercial blood tests for diagnosis of infection with Mycobacterium tuberculosis: a prospective study" (abstract). Lancet 367 (9519): 13281334. doi:10.1016/S0140-6736(06)68579-6. PMID 16631911. 
  14. ^ Lalvani A (2003). "Spotting latent infection: the path to better tuberculosis control". Thorax 58 (11): 9168. doi:10.1136/thorax.58.11.916. PMC 1746498. PMID 14586040. 
  15. ^ Ewer K, Deeks J, Alvarez L, Bryant G, Waller S, Andersen P, Monk P, Lalvani A (2003). "Comparison of T-cell-based assay with tuberculin skin test for diagnosis of Mycobacterium tuberculosis infection in a school tuberculosis outbreak". Lancet 361 (9364): 116873. doi:10.1016/S0140-6736(03)12950-9. PMID 12686038. 
  16. ^ Lalvani A, Pathan A, Durkan H, Wilkinson K, Whelan A, Deeks J, Reece W, Latif M, Pasvol G, Hill A (2001). "Enhanced contact tracing and spatial tracking of Mycobacterium tuberculosis infection by enumeration of antigen-specific T cells". Lancet 357 (9273): 201721. doi:10.1016/S0140-6736(00)05115-1. PMID 11438135. 
  17. ^ "The Science behind T-SPOT.TB Technology". 
  18. ^ "How T-SPOT.TB Works". 
  19. ^ Menzies D, Pai M, Comstock G (2007). "Meta-analysis: new tests for the diagnosis of latent tuberculosis infection: areas of uncertainty and recommendations for research". Ann. Intern. Med. 146 (5): 34054. doi:10.7326/0003-4819-146-5-200703060-00006. PMID 17339619. 
  20. ^ Kang YA, Lee HW, Hwang SS, et al. (2007). "Usefulness of Whole-Blood Interferon-{gamma} Assay and Interferon-{gamma} Enzyme-Linked Immunospot Assay in the Diagnosis of Active Pulmonary Tuberculosis". Chest 132 (3): 95965. doi:10.1378/chest.06-2805. PMID 17505029. 
  21. ^ Diel R, Loddenkemper R and Nienhaus A. Evidence-Based Comparison of Commercial Interferon- Release Assays for Detecting Active TB: A Metaanalysis. Chest; 137 (4):952-968, 2010
  22. ^ Gaur RL, Suhosk MM, Banaei N. In vitro immunomodulation of a whole blood IFN- release assay enhances T cell responses in subjects with latent tuberculosis infection. PLoS One. 2012

J Infect. 2015 Aug;71(2):276-80. doi: 10.1016/j.jinf.2015.04.004. Environmental temperature impacts on the performance of QuantiFERON-TB Gold In-Tube assays. Jarvis J, Gao Y, de Graaf H, Hughes S, Allan RN, Williams A, Marshall B, Elkington P, Faust SN, Tebruegge M.

Notes

  • Medical Examination of Aliens (Refugees and Immigrants) - Division of Global Migration and Quarantine, CDC (website).
  • Targeted Tuberculin Testing and Treatment of Latent Tuberculosis Infection 2000 ATS/CDC (fulltext,PDF format) (Updates 2001-2003).
  • Lalvani A (November 2003). "Spotting latent infection: the path to better tuberculosis control". Thorax 58 (11): 9168. doi:10.1136/thorax.58.11.916. PMC 1746498. PMID 14586040. 
  • Nema V. Tuberculosis diagnostics:Challenges and opportunities. Lung India 2012;29:259-66.

External links

  • University of Washington Molecular Diagnosis, Microbiology Division | PCR-based detection in direct tissue samples
  • Oxford Immunotec Medical Diagnostics|TB Education and Learning Zone
  • Spoligo typing kits (Ocimum Bio Solutions)for detection of TB
Retrieved from "https://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Tuberculosis_diagnosis&oldid=722503541"