Tiga hari belakangan ini, Kevin, bukan nama sebenarnya, kehilangan nafsu makan. Setiap kali sang ibu membujuknya untuk makan, bocah berusia 5 tahun itu tetap bergeming. Alhasil, berat badan Kevin pun menurun. Kondisi itu tak ayal membuat kedua orang tuanya cemas, apalagi hilangnya nafsu makan Kevin dibarengi dengan demam berulang-ulang.
Pada awalnya, ayah dan ibu Kevin mengira sang anak hanya terserang flu biasa. Namun, karena demamnya tak kunjung hilang tanpa sebab yang jelas, mereka pun semakin khawatir dan segera memeriksakan kesehatan sang buah hati ke rumah sakit. Di rumah sakit, dokter lantas menyarankan dilakukan tes mantoux pada Kevin. Tes tersebut biasanya untuk mendiagnosis adanya serangan kuman penyebab tuberkulosis (TB) pada tubuh seseorang.
Berdasarkan definisi medisnya, penyakit TB ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. Penyakit TB kebanyakan menyerang striktur alveolar paru-paru. Apabila dilihat dari beberapa gejalanya, seperti berkurangnya nafsu makan, demam yang berulang-ulang, dan keluar keringat meski pada malam hari, Kevin diperkirakan terkena TB paru-paru anak.
Menurut Nastiti Kaswandani, dokter anak dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI, sebenarnya gejala TB pada anak tidak ada yang khas dan bisa menyerupai gejala penyakit lain. Namun, gejala yang sering dijumpai adalah demam berkepanjangan tanpa sebab yang jelas, batuk persisten, berat badan sulit naik atau bahkan menurun, tidak nafsu makan, dan kurang aktif bermain, ujar Nastiti.
Meski demikian, tambah dia, kerap terdapat pula gejala khusus yang biasanya muncul jika kuman TB mengenai organ tertentu. Sebagai contoh, adanya benjolan multiple di bagian leher jika kuman TB menyerang kelenjar getah bening, adanya tonjolan pada tulang belakang jika kuman TB mengenai organ tersebut, serta terjadi kekejangan dan penurunan kesadaran jika kuman TB menyerang susunan saraf pusat anak.
Apa yang menimpa Kevin bukan tidak mungkin menimpa pula anak-anak lainnya. Bahkan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) jumlah penderita TB paru-paru anak cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Dyah Erti Mustikawati, Kepala Sub Bidang Direktorat Pengendalian Penyakit Tuberkulosis Kemenkes, jumlah penderita TB paru-paru anak pada 2011 mencapai 10 hingga 12 persen dari seluruh jumlah kasus TB.
Sementara itu, berdasarkan data Riskesdas 2007 (Balitbangkes, 2008), pada 2010, Indonesia menduduki urutan keempat jumlah penderita baru TB terbanyak di dunia dengan 450 ribu kasus.
Jumlah penderita TB paru-paru anak di setiap provinsi berbeda-beda. Ada yang jumlahnya mencapai 20 persen, tetapi ada pula yang hanya 2 sampai 3 persen dari total kasus, kata Dyah di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Adanya kecenderungan meningkatnya jumlah penderita TB paru-paru anak diungkapkan pula oleh Nastiti. Dia memaparkan jumlah kasus TB pada anak mencapai sekitar 10 persen dari jumlah kasus TB secara keseluruhan. Pada umumnya, anak tertular TB dari orang dewasa yang terjangkit penyakit tersebut. Oleh karena itu, jumlah penderita TB anak bakal meningkat seiring bertambahnya penderita TB orang dewasa.
World Health Organization (WHO) juga melaporkan lebih dari 250 ribu anak terserang TB dengan angka kematian 100 ribu anak setiap tahunnya. Biasanya, anak penderita TB yang berisiko mengalami kematian adalah anak yang mengalami TB berat, seperti TB milier, TB selaput otak (meningitis), TB usus, dan TB hati. Risiko kematian tinggi lainnya juga dapat dialami oleh bayi berusia kurang dari 6 bulan, anak dengan gizi buruk, serta anak yang terkena HIV atau penyakit ganas lainnya.
Sebelum penyakit TB menyerang paru-paru seorang anak ada beberapa tahapan yang terjadi. Nastiti menjelaskan pada tahap awal kuman TB terhirup penderita dan kemudian masuk serta bereplikasi di dalam paru-paru. Dalam perkembangannya, kuman TB dapat menyebabkan kerusakan di jaringan paru-paru dan menyebar ke seluruh organ tubuh melalui pembuluh darah.
Kuman TB yang menyebar di berbagai organ tersebut bersifat dorman atau tidur (tenang), namun berpotensi menjadi aktif dan mengganggu organ yang terserang. Adapun beberapa organ tubuh yang sering terserang kuman TB selain paru-paru, antara lain kelenjar getah bening, tulang belakang, usus, hati, ginjal, mata, selaput otak, dan organ reproduksi.
Nastiti menjelaskan pada anak, gejala penyakit TB dapat timbul lebih cepat, sekitar beberapa pekan setelah terinfeksi kuman TB. Oleh sebab itu, dalam istilah medis sering kali TB pada anak disebut sebagai TB primer. Berbeda dengan anak-anak, pada orang dewasa mayoritas penderita terjangkit TB akibat proses reaktivasi kuman TB yang sebenarnya sudah lama terdapat di dalam tubuh, berbulan-bulan atau bertahun-tahun yang lalu. Karena reaktivasi itu, secara medis, kondisi tersebut diistilahkan dengan TB pascaprimer.
Menurut Dyah, ada satu hal yang patut diwaspadai terkait dengan penularan TB pada anak, yakni pada umumnya anak yang terkena penyakit TB adalah akibat tertular oleh penderita TB orang dewasa, terutama penderita TB yang dahaknya mengandung kuman TB. Kuman TB dapat berada di dalam percikan cairan yang dikeluarkan seseorang ketika batuk, bersin, atau berbicara. Dia menambahkan belakangan ini marak ditemukan kasus TB paru-paru pada anak lantaran tertular dari orang-orang di sekitarnya, seperti orang tua sendiri, kakek-nenek, pembantu, atau baby sitter yang positif terinfeksi bakteri TB.
Lantas, upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk mencegah terjangkitnya TB paru-paru pada seorang anak? Nastiti mengatakan upaya pencegahan pertama adalah dengan melakukan imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin). Vaksin BCG bermanfaat untuk mencegah anak terserang TB, terutama TB berat yang mengenai selaput otak, tulang belakang, dan organ penting lainnya. Tindakan pencegahan berikutnya adalah menjaga kebersihan lingkungan dari polutan, terutama asap rokok yang bisa menurunkan ketahanan saluran napas.
Hal lain yang harus diperhatikan, papar Nastiti, ialah jika diketahui ada orang dewasa terkena TB yang melakukan kontak dekat dengan anak, maka anak tersebut harus segera dibawa ke dokter untuk diperiksa. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui apakah anak itu sudah terinfeksi kuman TB atau belum, tambah dia.
Jika diketahui ada anak balita yang telah melakukan kontak dengan orang dewasa penderita TB, maka sebaiknya anak tersebut segera diberi obat pencegahan agar tidak tertular atau terjangkit penyakit TB. Oleh karena itu, Nastiti mengingatkan agar tidak tertular, sejak dini anak sebaiknya dijauhkan dan tidak dibiarkan melakukan kontak erat dengan pasien TB dewasa. (suci sekarwati)
Sumber: Koran Jakarta, Minggu 18 Maret 2012