A . PENGERTIANTuberculosis (TB) adalah penyakit akibat kuman mycobakterium tuberkulosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansyur, 2000)
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkin paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Brunner dan Suddat, 2003: hal 584).
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi saluran napas bagian bawah yang menyerang jaringan paru atau atau parinkin paru oleh basil mycobakterium tuberkulosis, dapat mengenai hampir semua organ tubuh (meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe, dll)dengan lokasi terbanyak diparu, yang biasanya merupakan lokasi primer.
B. ETIOLOGI
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis complex adalah:
1. Mycobakterium tuberkulosis
2. Varian asian
3. Varian african I
4. Varian asfrican II
5. Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :
1. Mycobacterium cansasli
2. Mycobacterium avium
3. Mycobacterium intra celulase
4. Mycobacterium scrofulaceum
5. Mycobacterium malma cerse
6. Mycobacterium xenopi
C. PENULARAN DAN FAKTOR FAKTOR RESIKO:
Tubercolosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu terinsfeksimelalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet besar ( lebih besar dari 100u ) dan kecil ( 1 sampai 5 u ). Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan diudara dan tertiup oleh individu yang rentan. Individu yang beresiko tinggi untuk tertular tuberculosis adalah :
Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif
Individu imunosupresif ( Termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan HIV )
Pengguna obat-obatan IV dan alkoholik
Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat ( tunawisma,tahanan, etnik dan ras minoritas terutama anak-anak dibawah usia 15 tahun atau dewasa muda antara yang berusia 15-44 tahun )
Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya ( misalny diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gasterektomi yeyunoileal )
Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi ( Asia tenggara, Afrika, Amerika latin, karibia )
Setiap individu yang tinggal di institusi ( misalnya fasilitas perawatan jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara )
Indivudi yang tinggal didaerah perumahan substandart kumuh
Petugas kesehatan
D. KLASIFIKASI TUBERCULOSIS :
1. Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti :
a. Pembagian secara patologis :
Tuberculosis primer ( Child hood tuberculosis )
Tuberculosis post primer ( Adult tuberculosis )
b. Pembagian secara aktifitas radiologis :
Tuberculosis paru ( Koch pulmonal ) aktif, non aktif dan quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh )
c. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
Tuberculosis minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
Moderateli advanced tuberculosis
Ada kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
For advanced tuberculosis
Terdapat infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
2. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
a. Kategori O : tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
b. Kategori I : Terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
c. Kategori II : Terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit
d. Kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit.
3. Klasifikasi yang sering dipakai di Indonesia adalah berdasarkan kelainan klinis, radiolis dan mikrobiologis.
a. Tubercolosis paru
b. Bekas tuberculosis paru
c. Tuberculosis paru tersangka
Tuberculosis paru yang terobati. Disini sputum BTA ( negatif ) tetapi tanda-tanda lain positif .
Tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati.Disini sputum negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.
4. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
a. Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk TB berat.
b. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA positf
c. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
d. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu, dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, anorexia, berkeringat malam hari, nyeri dada, anemia dan batuk darah. Pasien dengan TB paru menampakkan gejala klinis antara lain tahap asimptomatis, gejala TB paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi, eksaserbasi yang memburuk, gejala yang berulang dan menjadi kronik. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda antara lain tanda-tanda infiltrat ( redup, ronkhi basa, bronkhial dll ), tanda-tanda penarikan paru dan mediastinum, secret disaluran nafas dan ronkhi, suara nafas amforik karena adanya kafitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.
F. KOMPLIKASI
1. TBC tulang
2. Potts disease : rusaknya tulang belakang
3. Distroyed lung ( Pulmonary distruction )
4. Effusi pleura
5. TBC milier
6. Meningitis TBC
G. PATOFISIOLOGI
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul geja pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi II. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
2. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.Jakarta : EGC.
3. Smeltzer, S.C & Bare,B.G.2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Edisi 8. Jakarta: EGC.
4. Tjokronegoro,A & Utama, H.2004. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta : EGC.
5. Elizabeth J.Corwin,2009.Buku Saku Patofisiologi.Edisi III.Jakarta :EGC.